Ketika Lo Merasa Tertinggal dalam Hidup.

Muhammad Alif Farhan
5 min readJun 15, 2024

--

Photo by Dallas Reedy on Unsplash

Aku sedang duduk di bangsal kesehatan jiwa, kursi hitam, celana hitam, baju batik hitam, dan jas putih dokter muda menyelimuti tubuhku, tampilanku monokrom. Tapi pikirku jauh lebih berwarna.

Pasien-pasien yang dirawat kini beragam, ada tentara yang berteriak-teriak minta rokok, wanita yang manik bercerita-cerita tentang kehebatannya, perempuan yang merengek-rengek minta pulang, ibu yang merasa bak seorang dewi, hingga anak-anak yang kosong tatapannya, berjalan ke sana ke mari tanpa tujuan.

Mereka datang kemari dengan berbagai latar belakang, tempat, usia, dan ujian. Membuktikan bahwa sejatinya ujian adalah pasangan dalam kehidupan, setiap manusia diuji, tak peduli apapun latar belakangnya, kaya atau miskin, militer atau sipil, tua atau muda, berpendidikan atau tidak, dan segala macam latar belakang lainnya.

Setiap yang hidup pasti diuji.

Termasuk kita yang sedang mendewasa ini.

Mendewasa berarti memilih jalan hidup, mendewasa berarti bertanggung jawab dalam apapun yang kita pilih. Dengan perbedaan pilihan itu, hidup seringkali terasa seperti perlombaan. Dan tidak jarang, kita merasa kalah di perlombaan ini.

di usia yang sama, ada mereka yang selesai pendidikan terlebih dahulu, bahkan melanjutkan jenjang ketika kita masih ada di jenjang pertama pendidikan kita.

di waktu yang sama, ada mereka yang sudah memiliki penghasilan, sedangkan kita masih menjadi tanggungan keluarga.

di rentang yang sama, ada mereka yang sudah meroket, sedangkan kita masih menguatkan sendi-sendi masa depan.

di area yang sama, ada mereka yang sudah mengarungi bahtera rumah tangga, ketika kita masih sibuk dengan sejawat berfokus pada pembelajaran.

Dan banyak ketertinggalan lainnya. Lalu, bagaimana kita meresponnya?

Photo by Julia Kicova on Unsplash

Pertama, is it apple to apple?

pertanyaan ini harus timbul dalam benak kita, apakah yang kita banding-bandingkan memang layak diperbandingkan? Jangan-jangan kita membandingkan dua hal yang memang berbeda.

membandingkan pendidikan kedokteran dengan sekolah bisnis misalnya, tentu bukan perbandingan sepadan.

Pendidikan kedokteran perlu waktu 7 tahun untuk diselesaikan, sedangkan bisnis perlu 3 tahun. Kalau parameternya adalah siapa yang lulus duluan, tentu seumur hidupnya seorang dokter akan merasa bodoh dibanding businessman.

Kemudian, terkait jenjang pendidikan, ada pendidikan yang mengharuskan kerja terlebih dahulu beberap tahun untuk melanjutkan jenjang selanjutnya, ada yang bisa langsung, ada yang bahkan tak memerlukan jenjang selanjutnya.

Pernikahan, ada yang bekerja lebih dahulu, ada yang memantapkan masa depan terlebih dahulu, tentu akan jadi start yang berbeda untuk memulai rumah tangga. Dan banyak variabel lainnya.

Intinya, kalau sebuah perbandingan salah ditempatkan, jawaban pun akan salah dilekatkan.

Lalu, bagaimana jika jawabannya adalah “yes, it’s apple to apple” ? Setelah ditengok berbagai variabelnya, memang sebuah pertandingan yang fair, lalu kita tetap kalah? Tentu, perlu kerendahan hati untuk mengakui bahwa kita memang kalah di titik ini. Bersiap dengan kebesaran hati untuk belajar kembali, dan, Comeback stronger! Hanya karena kita kalah di titik saat ini, bukan berarti kita akan kalah selamanya, perlombaan itu masih panjang. Perjuangan masih bisa terus dinyalakan.

Jangan pula kita mencari-cari alasan untuk bermalas-malasan ketika kita memang kalah. Akui sebagai kesatria, kembali sebagai kuda hitam.

Photo by Rafael Garcin on Unsplash

Kedua, kenali nilai, prinsip, dan tujuan.

Kita harus mengenal diri kita, mulai dari apa yang kita mau, suka, tuju, dan kita anggap bernilai. Termasuk juga sebaliknya, apa yang kita tak mau, tak suka, bukan tujuan, dan tak bernilai penting untuk kita. Core value dalam hidup kita itu apa sih? Jangan-jangan selama ini kita membanding-bandingkan diri dengan sesuatu yang sebenarnya tidak kita tuju, tidak kita anggap penting. Tapi, karena kebanyakan orang menganggap itu penting, kita merasa tertinggal.

berikut beberapa value yang bisa lo ambil dari buku you do you by Fellexandro Rubie

Buat aku pribadi, aku mengambil value Altruist, Theoretical, dan Political. Yang artinya aku memvalue tinggi pelayanan dan kebermanfaatan, pendidikan dan keilmuan, pengaruh dan kepemimpinan.

Akan sangat salah, jika aku membanding-bandingkan diri dengan menaruh uang sebagai ukuran, pasti aku akan selalu merasa kalah, karena bagiku, banyaknya uang bukanlah yang terpenting. Don’t get me wrong, uang itu tetap penting, tapi bukan yang terpenting.

Dan setiap orang punya valuenya masing-masing, dengan itu kita maksimalkan usaha kita.

Selain itu, penting juga untuk kita tahu apa standar cukup kita, kapan kita merasa cukup. Sehingga, semua pengejaran itu ada garis finishnya.

Photo by Aaron Burden on Unsplash

Ketiga, bersabar dan bersyukur.

Yakinlah, bahwa setiap hal dalam hidup kita sudah dalam pengaturan jari-jemari Allah, semua terjadi atas izinnya. Dia adalah sebaik-baik penulis skenario kehidupan. Tak ada yang tertukar, tak ada yang salah takar. Semuanya presisi dan sempurna. Semua yang jadi milik kita pasti akan jadi milik kita, tak peduli seberapapun jauhnya. Dan semua yang bukan milik kita pasti tak akan pernah jadi milik kita tak peduli seberapapun dekatnya.

Kalau ada yang rasanya kurang dalam hidup kita, sabar dulu aja sembari terus melakukan yang terbaik. Everything happens for a reason. Pasti ada hikmahnya. Meski kita belum tahu, hikmah itu pasti akan mewujud pada waktu terbaiknya.

Toh, bersabarpun akan dapat pahala yang tak terhingga.

Kalau ada yang lebih dalam hidup kita, bersyukur banyak-banyak. Lihat lagi lebih dalam, pelan-pelan. Teramat banyak hal indah dalam hidup kita yang terlewatkan karena kita menolak untuk bersyukur. Kita yang berhasil sampai di titik ini, itu kombinasi dari triliunan nikmat yang berpadu. Keluarga, kesempatan, hidayah, kecukupan, inspirasi, pertemanan, guru, waktu, kesehatan, dan banyak lagi.

Karena kehidupan yang indah adalah kehidupan yang disyukuri.

Terus bersyukur dan lakukan yang terbaik, InsyaAllah kita akan sampai di garis finish sebagai pemenang.

Lalu, pertanyaannya apakah hidup adalah sebuah perlombaan? Bagiku iya.

‎ٱلَّذِيْ خَلَقَ الْمَوْتَ وَا لْحَيٰوةَ لِيَبْلُوَكُمْ اَيُّكُمْ اَحْسَنُ عَمَلًا ۗ وَهُوَ الْعَزِ يْزُ الْغَفُوْرُ

“(Allah) yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa, Maha Pengampun,”

(QS. Al-Mulk 67: Ayat 2)

Perlombaan untuk jadi yang terbaik di hadapan Allah, membawa bekal yang terbaik ketika pulang. Perlombaan ini terbuka bagi siapa saja, di mana saja, dengan latar belakang apa saja. Senantiasa memberikan yang terbaik karena-Nya.

Jadilah Muhammad Ali dalam Ring Tinju

Messi dalam Sepak Bola

Khabib Nurmagomedov dalam MMA

Usain Bolt dalam Sprint

Kipchoge dalam Marathon

Sampai jumpa di garis finish!

-alpha :)

--

--

Muhammad Alif Farhan
Muhammad Alif Farhan

Written by Muhammad Alif Farhan

Pembelajar yang ingin hidup sepenuhnya!🫠 InsyaAllah: Senin: Refleksi Mingguan🏞 Rabu & Jumat: #MediumNovel: Simfoni Taman Siswa📚